LATAR BELAKANG
Pendidikan Formal Saat Ini Tidak Tepat Sasaran
Kalimat “Mencerdaskan kehidupan bangsa” yang tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-4 yang merupakan tujuan utama nasional, menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang cerdas.
Arti pendidikan sendiri menurut Ki Hajar Dewantara adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. (kai.or.id, 1/2021)
Arti pendidikan juga tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kalimat “keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” yang berada pada ujung ayat di atas adalah hal utama yang hendak diwujudkan dalam pendidikan formal, maka tingkat keberhasilan suatu pendidikan dapat diukur dari seberapa besar angka tenaga kerja terampil yang dapat dihasilkan dari suatu program pendidikan.
Sayangnya, banyaknya jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh dunia industri tidak berbanding lurus dengan jumlah lulusan perguruan tinggi yang ada. Ditambah lagi minimnya keahlian yang dimiliki para sarjana juga menjadi masalah sulitnya mendapat kerja setelah lulus dari pendidikan tinggi.
Perguruan Tinggi Produsen Pengangguran
Sulitnya lulusan universitas lokal memperoleh pekerjaan sudah terlihat dari angka pengangguran terdidik Indonesia yang meningkat setiap tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2014, di Indonesia ada 9,5 persen (688.660 orang) dari total penganggur yang merupakan alumni perguruan tinggi. Mereka memiliki ijazah diploma tiga atau ijazah strata satu (S-1) . Dari jumlah itu, penganggur paling tinggi merupakan lulusan universitas bergelar S-1 sebanyak 495.143 orang. Angka pengangguran terdidik pada 2014 itu meningkat dibandingkan penganggur lulusan perguruan tinggi pada 2013 yang hanya 8,36 persen (619.288 orang) dan pada 2012 sebesar 8,79 persen (645.866 orang). (Kompas, 4/2016)
Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama merilis kondisi ketenagakerjaan Indonesia per Februari 2019. Data menunjukkan angka pengangguran turun menjadi 5,01 persen atau berkurang 50 ribu orang selama satu tahun terakhir. Tingkat penggangguran terbuka (TPT) per Februari 2019 berjumlah 6,82 juta orang. (Katadata, 5/2019) Data BPS menunjukkan pada bulan Februari 2020, Indonesia memiliki sebanyak 137,91 juta angkatan kerja. (Skillacademy, 12/2020)
Angka-angka di atas sudah cukup menunjukkan keprihatinan kita terhadap nasib pendidikan di masa yang akan datang. Hal ini mendorong kita mau tidak mau untuk memikirkan terobosan-terobosan yang dapat menjadi solusi untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia dan akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terampil di Indonesia.

Lulusan yang Minim Keahlian
Jika kita hendak mencari solusi dari permasalahan tingkat pengangguran terdidik di Indonesia. Hal yang pertama harus kita analisa adalah apa yang menyebabkan fenomena ini terjadi.
Jika kita amati dengan banyaknya lulusan perguruan tinggi setiap tahunnya dan minimnya angka tenaga kerja yang dapat diserap oleh dunia industri, tentunya akan membuat dunia industri merumuskan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan mereka dalam menyeleksi calon karyawan, salah satu hal yang menonjol adalah keterampilan atau keahlian.
Sheryl Sandberg, COO Facebook mengungkapkan bahwa keterampilan lebih utama daripada pengalaman. Sebab itu, memiliki keterampilan merupakan salah satu kunci agar mampu menghadapi persaingan. (Skillacademy, 12/2020)
Kemudian terkadang yang menjadi permasalahan adalah keahlian yang diajarkan di pendidikan formal tidak sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja yang semakin berkembang seiring zaman.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi sulitnya para pekerja Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di era digital saat ini. Bhima mengaitkan, antara aspek vokasional dan supply-demand dari industri ketenagakerjaan saat ini.
Dia menjelaskan, di sisi penawaran, ada ketidakcocokan antara kebutuhan dunia kerja dan keahlian yang diasah saat sekolah. Hal ini terbukti dari besarnya pengangguran sekolah vokasi yang mencapai 11,2 persen di 2018. (Republika, 8/2019)
Hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan mengandalkan keahlian yang di dapat dari pendidikan formal belumlah cukup, peserta didik juga harus aktif mengasah keahlian dan keterampilan di luar sekolah, seperti mengikuti pendidikan informal dan vokasional.
Pendidikan Harus Beradaptasi Dengan Teknologi
Di ranah pendidikan, diskursus pentingnya digitalisasi pendidikan setidaknya semakin menguat sejak satu dasawarsa lalu, saat gagasan Revolusi Industri 4.0 mulai digulirkan. Gagasan Revolusi Industri 4.0–yang menekankan pada teknologi otomatisasi dan siber–menuntut berbagai penyesuaian dan perubahan respons dalam pendidikan. Proses pembelajaran dituntut mampu memenuhi kebutuhan masa depan yang berubah cepat rentan, tak pasti, rumit, dan membingungkan. Pemahaman dan penguasaan atas teknologi digital menjadi salah satu keniscayaan tak terelakkan. Dalam konteks pendidikan, digitalisasi–atau juga sering disebut sebagai transformasi digital–dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk mengubah berbagai aspek dan proses pendidikan ke dalam beragam varian digital. Proses digitalisasi akan berdampak pada berbagai proses dalam pendidikan, terutama perubahan dalam organisasi dan kepemimpinan transformatif (Bejinaru: 2019). Digitalisasi dipercaya sebagai salah satu jawaban yang tak terelakkan dan diperlukan untuk menjawab tantangan pendidikan di masa depan. (Media Indonesia, 3/2021)
Dengan ini kami mantap untuk mengantarkan anak didik kita menuju karir masa depan yang membanggakan bersama Becoding Indonesia.

PROGRAM KEAHLIAN
Becoding Indonesia menyediakan beberapa pilihan program keahlian yang dapat menjadi alternatif peserta (Siswa/i) yang dapat dipilih sesuai minat bakat mereka, antara lain :
React Native For Mobile (IOS & Android)
TERSEDIA KELAS GARANSI & KELAS FOKUS
Belajar bagaimana cara membuat aplikasi mobile dari pemula hingga mahir sampai membuat file apk dan aab untuk di publish.
React Native dikenal bersifat Multi-Platform yakni 1 code yang bisa digunakan di berbagai platform. Jadi kita bisa membuat dua aplikasi sekaligus yaitu iOS dan Android dalam waktu yang bersamaan, dengan begitu tentunya akan mengurangi cost dan waktu. Jadi, kita hanya cukup menggunakan satu orang developer untuk membuat sebuah aplikasi mobile dalam dua environment yang berbeda. Banyak Perusahaan besar seperti Facebook, Instagram, Skype, serta Airbnb yang turut serta menerapkan React Native dalam framework mereka.
Ruang Lingkup Materi:
- Dasar react native
- Cara setup react native dan tools untukmempercepat pembuatan aplikasi
- Shortcut yang biasa digunakan
- Navigasi dengan react navigation
- Membuat user interface
- Membuat aplikasi android
- Menggunakan library untuk react native
- Offline CRUD
- Membuat File APK dan AAB
- Dan materi Advance lainnya.
Peluang Karir
Mobile Engineer
Rate Gaji mulai Rp 5 hingga 16 juta per bulannya.
Web Developer
Rate Gaji berkisar antara Rp 4 – 15 juta per bulannya.
(Kelly Services “Indonesia 2019 Salary Guide”)

Web Programming
TERSEDIA KELAS GARANSI & KELAS FOKUS
Web Programming atau Web Developer adalah Pengembang Web yang bekerja untuk merancang, membuat, dan memelihara situs web dan aplikasi web. Jadi bisa diartikan pengembang web adalah seseorang yang berhubungan dengan pembuatan suatu website.
Ruang Lingkup Materi
- Fundamental HTML
- Learn CSS
- Learn JavaScript
- Learn Es6+
- Learn Agile & Git
- Fundamental ReactJS
- Membangun Aplikasi Web Toko BukuOnline
- Testing & Deploying the Apps
Peluang Karir
- Frontend Developer
- Backend Developer
- Fullstack Developer
Kisaran gaji antara 5 juta – 12 juta rupiah perbulan.
(Neuvoo.ca)

